Senin, 30 Januari 2012

Guru Sufistik

UWAIS AL QARNI


"Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir kepadaku dari Yaman!” Demikian sabda Nabi SAW tentang diri Uwais, yang kemudian dalam tradisi tasawuf menjadi contoh bagi mereka yang memasuki tasawuf tanpa dituntun oleh sang guru yang hidup.
Para sufi yang mengaku dirinya telah menempuh jalan tanpa pemba’iatan formal kemudian disebut dengan istilah Uwaisi. Mereka ini dibimbing langsung oleh Allah di jalan tasawuf, atau telah ditasbihkan oleh wali nabi yang misterius, Khidhir. Uwais yang bernama lengkap Uwais bin Amir al-Qarani berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil di dekat Nejed. Tidak diketahui kapan beliau dilahirkan. Ia kilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orang tuanya yang sangat ditaatinya.

Untuk membantu meringankan beban orang tuanya, ia bekerja sebagai penggembala dan pemelihara ternak upahan. Dalam kehidupan kesehariannya ia lebih banyak menyendiri dan bergaul hanya dengan sesama penggembala di sekitarnya. Oleh karenanya, ia tidak dikenal oleh kebanyakan orang disekitarnya, kecuali para tuan pemilik ternak dan sesamanya, para penggembala. Hidupnya amat sangat sederhana. Pakaian yang dimiliki hanya yang melekat di tubuhnya. Setiap harinya ia lalui dengan berlapar-lapar ria. Ia hanya makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah memakan makan yang dimasak atau diolah. Oleh karenanya, ia merasakan betul derita orang-orang kecil disekitarnya. Tidak cukup dengan empatinya yang sedemikian, rasa takutnya kepada Allah mendorongnya untuk selalu berdoa kedapa Allah : “Ya Allah, janganlah Engkau menyiksaku, karena ada yang mati karena kelaparan, dan jangan Engaku menyiksaku karena ada yang kedinginan.” Ketaatan dan kecintaannya kepada Allah, juga termanifestasi dalam kecintaannya dan ketaatannya kepada Rasulullah dan kepada kedua orang tuanya, sangat luar biasa.
Di siang hari, ia bekerja keras, dan dimalam hari, ia asik bermunajat kepada Allah swt. Hati dan lisannya tidak pernah lengah dari berdzikir dan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, meskipun ia sedang bekerja. Ala kulli hal, ia selalu berada bersama Tuhan, dalam pengabdian kepada-Nya. Rasulullah saw menuturkan keistimewaan Uwais di hadapan Allah kepada Umar dan Ali bahwa dihari kiamat nanti, disaat semua orang dibangkitkan kembali, Uwais akan memberikan syafaat kepada sejumlah besar umatnya, sebanyak jumlah domba yang dimiliki Rabbiah dan Mudhar (keduanya dikenal karena mempunyai domba yang banyak). Karena itu, Rasulullah menyarankan kepada mereka berdua agar menemuinya, menyampaikan salam dari Rasulullah, dan meminta keduanya untuk mendoakan keduanya, yang digambarkan bahhwa Uwais memiliki tinggi badan yang sedang dan berambut lebat, dan memiliki tanda putih sebesar dirham pada bahu kiri dan telapak tangannya. Sejak Rasulullah menyarankan keduanya untuk menemuinya, sejak itu pula keduanya selalu penasaran ingin segera bertemu dengan Uwais.

Setiap kali Umar maupun Ali bertemu dengan rombongan orang-orng Yaman, ia selalu berusaha mencaru tahu dimana keberadaan Uwais dari rombongan yang ditemuinya. Namun, keduanya selalu gagal mendapatkan informasi tentang Uwais. Barulah setalah Umar diangkat menjadi khalifah, informasi tentang Uwais keduanya perolih dari serombongan orang Yaman, “Ia tampak gila, tinggal sendiri dan tidak brgaul dengan masyarakat. Ia tidak makan apa yang dimakan oleh kebanyakan orang, dan tidak tampak susan atau senang. Ketika orang-orang tersenyum ia menangis, dan ketika orang-orang menangis ia tersenyum”. Demikian kata rombongan orang-orang Yaman tersebut. Mendengar cerita orang-orang Yaman tersebut, Umar dan Ali segera berangkat menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang-orang Yaman tadi. Akhirnya, keduanya bertemu dengan Uwais di suatu tempat terpencul. Abi Naim al-Afshani menuturkan dialog yang kemudian terjadi antara Umar dan Ali dengan Uwai al-Qarani sebagai berikut: Umar : Apa yang anda kerjakan disini ? Uwais : Saya bekerja sebagai penggembala Umar : Siapa nama Anda? Uwais : Aku adalah hamba Allah Umar : Kita semua adalah hamba Allah, akan tetapi izinkan kami untuk mengetahui anda lebih dekat lagi Uwais : Silahkan saja. Umar dan Ali : Setelah kami perhatikan, andalah orang yang pernah diceritakan oleh Rasulullah SAW kepada kami. Doakan kami dan berilah kami nasehat agar kami beroleh kebahagiaan dunia dan di akherat kelak. Uwais : Saya tidak pernah mendoakan seseorang secara khusus.

Setiap hari saya selalu berdoa untuk seluruh umat Islam. Lantas siapa sebenarnya anda berdua. Ali : Beliau adalah Umar bin Khattab, Amirul Mu’minin, dan saya adalah Ali bin Abi Thalib. Kami berdua disuruh oleh Rasulullah SAW untuk menemui anda dan menyampaikan salam beliau untuk anda. Umar : Berilah kami nasehat wahai hamba Allah Uwais : Carilah rahmat Allah dengan jalan ta’at dan penuh harap dan bertawaqal kepada Allah. Umar :Terimakasih atas nasehat anda yang sangat berharga ini. Sebagai tanda terima kasih kami, kami berharap anda mau menerima seperangkat pakaian dan uang untuk anda pakai. Uwais : Terimakasih wahai Amirul mu’minin. Saya sama sekali tidak bermaksud menolak pemberian tuan, tetapi saya tidak membutuhkan apa yang anda berikan itu. Upah yang saya terima adalah 4 dirham itu sudah lebih dari cukup. Lebihnya saya berikan kepada ibuku. Setiap hari saya cukup makan buah kurma dan minum air putih, dan tidak pernah makan makan yang di masak. Kurasa hidupku tidak akan sampai petang hari dan kalau petang, kurasa tidak akan sampai pada pagi hari. Hatiku selalu mengingat Allah dan sangat kecewa bila sampai tidak mengingat-Nya. Ketika orang-orang Qaran mulai mengetahui keduduka spiritualnya yang demikian tinggi di mata Rasulullah saw, mereka kemudian berusaha untuk menemui dan memuliakannya. Akan tetapi, Uwais yang sehari-harinya hidup penuh dengan kesunyian ini, diam-diam meninggalkan mereka dan pergi menuju Kufah, melanjutkan hidupnya yang sendiri. Ia memilih untuk hidup dalam kesunyian, hati terbatas untuk yang selain Dia. Tentu saja, “kesunyian” disini tidak identik dengan kesendirian (pengasingan diri).

Hakekat kesendirian ini terletak pada kecintaanya kepada Tuhan. Siapa yang mencintai Tuhan, tidak akan terganggu oleh apapun, meskipun ia hidup ditengah-tengah keramaian. Alaisa Allah-u bi Kafin abdahu? Setelah seorang sufi bernama Harim bin Hayyam berusaha untuk mencari Uwais setelah tadak menemukannya di Qaran. Kemudian ia menuju Basrah. Di tengah perjalanan menuju Basrah, inilah, ia menemukan Uwais yang mengenakan jubah berbulu domba sedang berwudhu di tepi sungai Eufrat. Begitu Uwais beranjak naik menuju tepian sungai sambil merapikan jenggotnya. Harim mendekat dan memberi salam kepadanya. Uwais : menjawab: “ Wa alaikum salam”, wahai Harim bin Hayyan. Harim terkejut ketika Uwais menyebut namanya. “Bagaimana engakau mengetahui nama saya Harim bin Hayyan?’ tanya Harim. “Roku telah mengenal rohmmu”, demikian jawan Uwais. Uwais : kemudian menasehati Harim untuk selalu menjaga hatinya. Dalam arti mengarahkannya untuk selalu dalam ketaatan kepada-Nya melalui mujahadah, atau mengarahkan diri “dirinya “ untuk mendengar dan mentaati kata hatinya. Meski Uwais menjalani hidupnya dalam kesendirian dan kesunyian, tetapi pada saat-saat tertentu ia ikut berpartisipasi dalam kegiatan jihad untuk membela dan mempertahankan agama Allah. Ketika terjadi perang Shiffin antara golongan Ali melawan Muawiyah, Uwais berdiri di golongan Ali. Saat orang islam membebaskan Romawi, Uwais ikut dalam barisan tentara Islam. Saat kembali dari pembebasan tersebut, Uwais terserang penyakit dan meninggal saat itu juga. (t.39 H). Demikianlah sekelumit tentang Uais al-Qarani, kemudian hri namanya banyak di puji oleh masyarakat. Yunus Emre misalnya memujinya dalam satu sajak syairnya : Kawan tercinta kekasih Allah; Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani. Dia tidak berbohong ; dan tidak makan makan haram Di tanah Yaman, Uwais al-Qarani Di pagi hari ia bangun dan mulai bekerja, Dia membaca dalam dzikir seribu satu malam Allah; Dengan kata Allahu Akbar dia menghela unta-unta Di tanah Yaman, Uwais alQarani Negeri Yaman “negeri di sebelah kanan “, negeri asal angin sepoi-sepoi selatan yang dinamakan nafas ar-rahman, Nafas dari Yang Maha Pengasih, yang mencapai Nabi dengan membawa bau harum dari ketaatan Uwais al-Qarani, sebagaimana angin sepoi-sepoi sebelumnya yang mendatangkan keharuman yang menyembuhkan dari kemeja Yusuf kepada ayahnya yang buta. Ya’kub (QS, 12: 95), telah menjadi simbul dari Timur yang penuh dengan cahaya, tempat dimana cahaya muncul, yang dalam karya Suhrawadi menggambarkan rumah keruhanian yang sejati. “Negeri di sebelah kanan “ itu adalah tanah air Uwais al-Qarani yanag memeluk Islam tanpa pernah betemu dengan nabi.

Hikmah Yamaniyyah, “Kebijaksanaan Yaman,” dan Hikmah Yamaniyyah,”filosofi Yanani”, bertentangan, sebagaimana makrifat intuitif dan pendekatan intelektual, sebagaimana Timur dan Barat. Doa dan Dzikir Satu hal yang perlu digarisbawahi dari diri Uwais al-Qarani, kemudian menjadi landasan dalam tareqat-tareqat sufi, selain baktinya yang luar biasa terhadap kedua orang tuanya dan sikap zuhudnya, adalah doa dan dzikirnya. Uwais tidak pernah berdoa khusus untuk seseorang, tetapi selalu berdoa untuk seluruh umat kaum muslim. Uwais juga tidak pernah lengah dalam berdzikir meskipun sedang sibuk bekerja, mengawasi dan menggiring ternak-ternaknya. Doa dan dzikir bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Hakekatnya adalah satu. Sebab, jelas doa adalah salah satu bentuk dari dzikir, dan dzikir kepada–Ku hingga ia tidak sempat bermohon (sesuatu) kepada-Ku, maka Aku akan mengaruniakan kepadanya sesuatu yang terbaik dari yang diminta orang yang berdoa kepada-Ku”. Uwais selalu bedoa untuk seluruh muslimin. Doa untuk kaum muslim adalah salah satu bentuk perwujudan dari kepedulian terhadap “urusan kaum muslim”. Rasulullah saw. Pernah memperingatkan dengan keras: Siapa yang tidap peduli dengan urusan kaum muslim, maka ia tidak termasuk umatku.” Dalam hal ini, Rasulullah saw menyatakan bahwa permohonan yang paling cepat dikabulkan adalah doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan dan mendahulukan doa untuk selain dirinya. Dan Uwais lebih memilih untuk medoakan seluruh saudaranya seiman. Suatu ketika Hasan bin Ali terbangun tengah malam dan melihat ibunya, Fatimah az-Zahra, sedang khusu’ berdoa. Hasan yang pensasaran ingin tahu apa yang diminta ibunya dalam doanya berusaha untuk menguping. Namun Hasan agak sedikit kecewa, karena dari awal hingga akhir doanya, ibunya, hanya meminta pengampunan dan kebahagian hidup untuk seluruh kaum muslimin di dunia dan di akhirat kelak. Selesai berdoa, segera Hasan bertanya kepada ibunya perihal doanya yang sama sekali tidak menyisakan doanya untuk dirinya sendiri. Ibunya tersenyum, lalu menjawab bahwa apapun yang kita panjatkan untuk kebahagiaan hidup kaum muslim, hakekatnya, permohonan itu akan kembali kepada kita. Sebab para malaikat yang menyaksikan doa tersebut akan berkata “Semoga Allah mengabulkanmu dua kali lipat.” Dari prinsip tersebut, para sufi kemudian menarik suatu prinsip yang lebih umum yang padanya bertumpu seluruh rahasia kebahagiaan. Apa yang kita cari dalam kehidupan ini, harus kita berikan kepad orang lain. Jika kebajikan yang kita cari, berikanlah; jika kebaikan, berikanlah; jika pelayanan, berikanlah. Bagi para sufi, dunia adalah kubah, dan perilaku seseorang adalah gema dari pelaku yang lain. Secuil apapun kebaikan yang kita lakukan, ia akan kembali. Jika bukan dari seseorang, ia akan datang dari orang lain. Itulah gemanya. Kita tidak mengetahui dari mana sisi kebaikan itu akan datang, tetapi ia akan datang beratus kali lipat dibanding yang kita berikan. Demikianlah, berdoa untuk kaum mulim akan bergema di dalam diri yang tentu saja akan berdampak besar dan positif dalam membangun dan meningkatkan kualitas kehidupan spiritual seseorang. Paling tidak, doa ini akan memupus ego di dalam diri yang merupakan musuh terbesar, juga sekalihgus akan melahirkan dan menanamkan komitmen dalam diri “rasa Cinta”dan “prasangka baik”terhadap mereka, yang merupakan pilar lain dari ajaran sufi, sebagai manifestasi cinta dan pengabdian kepada Allah swt. Uwais tidak pernah lengah untuk berdzikir, mengingat dan mnyebut-nyebut nama Allah meskipun ia sedang sibuk mengurus binatang ternaknya. Dzikir dalam pengertiannya, yang umum mencakup ucapan segala macam ketaatan kepada Allah swt.

Namun yang dilakukan Uwais disini adlah berdzikir dengan menyebut nama-nama Allah dan meningat Allah, juga termasuk sifat-sifat Allah. Ibn Qayyim al-Jauziyyah ketika memaparkan berbagai macam faedah dzikir dalm kitabnya “al-wabil ash-shayyab min al-kalim at-thayyib” menyebutkan bahwa yang paling utama pada setiap orang yang bramal adalah yang paling banyak berdzikir kepad Allah swt. Ahli shaum yang paling utama adalah yang paling banyak dzikirnya; pemberi sedekah yang paling baik adalah yang paling banyak dzikirnya; ahli haji yang paling utama adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah swt; dan seterusnya, yang mencakup segala aktifitas dan keadaan. Syaikh Alawi dalam “al-Qawl al-Mu’tamad,” menyebutkan bahwa mulianya suatu nama adalah kerena kemuliaan pemilik nama itu, sebeb nama itu mengandung kesan sipemiliknya dalam lipat tersembunyi esensi rahasianya dan maknanya. Berdzikir dan mengulang-ulang Asma Allah, Sang Pemilik kemuliaan, dengan demikian, tak diragukan lagi akan memberikan sugesti, efek, dan pengaruh yang sangat besar. Al-Ghazali menyatakan bahwa yang diperoleh seorang hamba dari nama Allah adalah ta’alluh (penuhanan), yang berarti bahwa hati dan niatnya tenggelan dalam Tuhan, sehingga yang dilihat-Nya hanyalah Dia. Dan hal ini, dalam pandangan Ibn Arabi, berarti sang hamba tersebut menyerap nama Allah, yang kemudian merubahnya dengan ontologis. Demikianlah, setiap kali kita menyerap asma Allah lewat dzikir kepada-Nya, esensi kemanusiaan kita berubah. Kita mengalami tranformasi. Yanag apada akhirnya akan membuahkan akhlak al-karimah yang merupakan tujuan pengutusan rasulullah Muhammad saw. Dilihat dari sudut panang psikologis sufistik, pertama-tama dzikir akan memberi kesan pada ruh seseorang, membentuknya membangun berbagai kualitas kebaikan, dan kekuatan inspirasi yang disugestikan oleh nama-nama itu.
Dan mekanisme batiniah seseorang menjadi semakin hidup dari pengulangan dzikir itu, yang kemudian mekanisme ini berkembang pada pengulangan nama-nama secara otomatis. Jadi jika seseorang telah mengilang dzikirnya selama satu jam, misalnya, maka sepanjang siang dan malam dzikir tersebut akan terus berlanjut terulang, karena jiwanya mengulangi terus menerus. Pengulangan dzikir ini, juga akan terefleksi pada ruh semesta, dan mekanisme universal kemudian mengulanginya secara otomatis. Dengan kata lain, apa yang didzikirkan manusia dengan menyebutnya berulang-ulang. Tuhan kemudian mulai mengulanginya, hingga termaterialisasi dan menjadi suatu realita di semua tingkat eksistensi. Wallahu a’lam bis-shawab.

Sumber : Dari berbagai Sumber

Rabu, 18 Januari 2012

LAMBANG PERSAUDARAAN






Kidung  Jaljalut  Sughro
1.ba’da tu bi bismillahi ruuhi bihih tadad ilaa kasyfi asroori bi bathinihin thowat
2.wash shollaitu fits tsani ‘alaa khoiri kholqihi muhammadin man zaahadh dholaalatan wal gholat
3.wa ahyil ilahil qolba mim ba’di mautihi bi dzikrika yaa qoyyumu haqqon taqowwamat
4.wa zidni yaqiinan tsabitam bika waatsiqoo wa thihhir bihi qolbii minar rijsi wal gholat
5.wa ashmiw wa abkim tsuma a’mi ‘aduw wanaa wa akhrushumu yaa dzal jalali bi hausamat
6.naruddu bikal a’daa’a min kulli wijhatin wabil ismi tarmihim minal bu’di bisy syatat
7.sa’altuka bil ismil mu’azhomi qodruhu bi aajin ahuujin jalla jaliyyutu jaljalat
8.fakun yaa ilahi kaasyifadh dhurri wal balaa bi yaahin jalaa hammim bi hallin bihal halat
9.wa zidni yaqinan tsumma bi tambika wa tsiqo bi haqqi yaa haqqol ummuri tayas sarot
10.wa shobba ‘ala qolbi sya-aabiiba rohmatin bi hikmati maulana hakiimi fa ahkamat
11.ahaathot binal anwaru min kulli janibin wa haibatu maulanal ‘azhiim bihaa alaat
12.fa subhanakallohumma yaa khoiru baari’in wa yaa khobiro khollaaqin wa yaa khoiro mamba’ats
13.’afuuwun ghoffurur rohiimun mutafadh-dhilun kariimun haliimun dzuu thooyaa takaat sarot
14.rohiimun wa rohmaanun bi haqqi sayyidi sa-altuka ghofuroonadz dzunubi idza badat
alhamdu lillahi robbil ‘alamiin


Minggu, 15 Januari 2012

sinus



Ustad Akh. Rofiq Hasan
Guru Besar Perguruan “SINUS”


Sejarah Berdirinya Perguruan “Sinus” (Silat Nurani Suci)
Perguruan kami didirikan pada tahun 1981 di pusatkan Dsn..Rembu Kidul RT.01 Ds. Japanan Kec. Kemlagi Kab. Mojokerto dengan kegiatan latihannya di bagi di beberapa daerah yaitu di Kabupaten Lamongan tepatnya di Kecamatan Glagah Desa Lohgawe, Gresik dan Madura, Misi dari Perguruan Sinus ini adalah sebagai syiar agama Islam umumnya dan agar para murid khususnya senantiasa menjadikan manusia yang baik, taat dan tekun serta menghindari perbuatan-perbuatan melanggar agama, hukum dan sebagainya. Selain itu perguruan Silat Nurani Suci (Sinus) selalu terbuka untuk umum dalam hal sharing masalah/ problema yang dialami dalam kehidupan ini.. Asal muasal murid di Perguruan Sinus berasal dari berbagi daerah di Indonesia yaitu Lampung , Jawa Barat, Jawa dan Madura. Semula dalam pengembangan perguruan dalam penerimaan siswanya sifatnya getuk tular melalui iformasi dari murid-murid senior namun dengan perkembangan jaman dan teknologi maka perlu kiranya perguruan Sinus ini mengekpos melalui media Blogsite ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada khalayak luas utamanya rekan-rekan yang berada di luar jangkauan kami.. Mudah-mudah dengan Media ini diharapkan akan menjadi efektip dalam memberikan informasi kepada rekan-rekan..
BEBERPA TINGKATAN DI PERGURUAN “SINUS”
(SILAT NURANI SUCI)
1. TINGKAT DASAR I (JASMANIAH)
2. TINGKAT DASAR II (ROHANIAH)
3. TINGKAT SUPER INTI (SUPRANATURAL).
METHODE LATIHAN PERGURUAN “SINUS”
(SILAT NURANI SUCI)
Latihan rutin yang berjalan sampai saat ini diselenggaran setiap 2 (dua) Minggu sekali yang bertempat di Kabupaten Mojokerto dan di Kabupaten Lamongan kecamatan Glagah (Lohgawe), dilatih oleh siswa senior dan dipantau langsung oleh Guru besar yaitu Bapak Ustad Akh.. Rofiq Hasan. Sedangkan untuk cabang di kota lain dikoordinasikan/ dilatih oleh siswa senior. Perguruan akan memperkenalkan sebahagian jurus-jurus wajid yaitu sebagai latihan phisik sebagai untuk input masukan Tenaga dalam yang diajarkan pada murid adalah sebagai berikut :
10 (Sepuluh) Jurus Inti Tenaga Dalam Perguruan
“SINUS”
Perguruan “SINUS” dalam mengajarkan kepada anggotanya melaui latihan secara rutin dengan 10 jurus Inti dan 7 Jurus tambahan dilakukan dengan benar dan konsentrasi yang tinggi secara fokus secara bersama-sama sehingga antara satu dengan lainnya dapat saling mengisi energi yang dikelola oleh tubuh kita masing-masing, dengan demikian terjadilah energi Global yang utuh sehingga masing anggota dapat merasakan langsung faedah baik untuk diri sendiri maupun nantinya kepada orang lain yang membutuhkan kita apabila membutuhkan pertotolongan. Ini semua sesuai dengan arahan Guru Besar maupun Pelatih yang mampu untuk memimpin serta memandu semua pergerakan Jurus-2 yang disertai dengan Olah Pernafasan masing-masing jurus kapan kita mengambilan udara murni serta kapan kita mengeluarkan udara. Dengan demikian akan terjadi pembesaran Energi Tubuh kita secara sempurna dengan demikian maka anggota dapat memanfaatkan secara baik yaitu sebagai beladiri secara khusus dan sebagai pengobatan..
Pada Jurus-jurus tertentu ada yang mengeluarkan pernafasan yang berguna untuk beladiri yang membayakan kita maka dengan jurus tertentu disertai dengan mengeluarkan pernafasan maka musuh akan terpental jauh, dan adapula jurus-jurus lain menghirup udara yang kegunaannya untuk mengambil Energi alam seperti Udara, Air, Tumbuh-tumbuhan dan matahari yang berguna untuk mengisi tubuh guna untuk meningkatkan Energi tubuh kita serta dapat mentransfer energi kapan dan kemana saja apabila dibutuhkan..
Apabila sumua jurus-jurus sudah sempurna dan dilakukan secara benar serta penyatuan energi alam maka dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain yang membutuhkan pertolongan dan problema-problema lainnya..
Methode-metode latihan Perguruan “SINUS adalah meliputi :
1. 10 Jurus Pokok
2. Olah Pernafasan
3. Konsentrasi/ Fokus
4. Perpaduan Do’a dengan 10 Jurus.
o Jurus Pertahanan (2,3 dan 7)
Jurus yang sangat penting untuk pertahanan apabilan kita diserang musuh adalah Jurus Jeblak, Jurus Tekan dan Jurus Lempar ini diajarkan untuk mempertahankan diri dan penyelamatkan agar terhindar musuh dengan gerakan-gerakan serta pengeluaran napas (Jurus Jeblak, Jurus Tekan) dan gerakan-gerakan serta Mengeluarkan nafas untuk melemparkan musuh apabilan membahayakan keselamatan tubuh kita.
o Jurus Pamungkas (Jurus 1)
Jurus inilah adalah jurus yang tidak dapat digunakan didalam latihan karena sangat membahayakan sesama anggota dan fatal yang berakibat terjadinya kematian. Dan jurus ini digunkakan untuk mengusir makhluk-makhluk Ghoib yang menggangu manusia.
Juurus yang lainnya dalah seperti dibawah ini :
o Jurus Tarik (Jurus 4)
o Jurus Patah (Jurus 5)
o Jurus Rekat (Jurus 6)
o Jurus Cakar (Jurus 8)
o Jurus Colok (Jurus 9)
o Jurus Buang (Jurus 10)
Semua jurus tersebut bermanfaat utamanya terhadap pertahanan diri juga untuk orang lain yang membutuhkan untuk pengobatan dan lain-lain.